Monday, December 1, 2014

Hijrah Ke Madinah

Usai Bai'atul-'Aqabah kedua, kaum Anshar pun kembali ke Madinah. Mereka sangat antusias menunggu dan mengharap kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Sementara itu, kaum muslimin yang mendengar kesepakatan antara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Anshâr juga sudah siap berhijrah ke Madinah.

FAKTOR PENYEBAB HIJRAH
Hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin ini bukan tanpa alasan. Ada berbagai faktor yang menjadi pemicu untuk melakukan hijrah.

Pertama : Karena adanya siksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Begitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan dakwah secara terbuka, berbagai ancaman mulai diarahkan kepada beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang beriman yang mengikutinya. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berpikir untuk mencari perlindungan di luar Makkah. Sehingga terjadilah hijrah kaum muslimin ke Habsyah, Thaif, dan kemudian ke Madinah.

Penyebab hijrah ini, di antaranya karena penyiksaan dan penindasan kaum kafir Quraisy atas kaum muslimin. Riwayat yang menguatkan faktor ini, tersirat dalam perkataan Bilal Radhiyallahu anhu ketika ia hendak berhijrah:

اللَّهُمَّ الْعَنْ شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَعُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ وَأُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ كَمَا أَخْرَجُونَا مِنْ أَرْضِنَا إِلَى أَرْضِ الْوَبَاءِ

Wahai Allah ! Laknatlah Syaibah bin Rabî'ah, 'Utbah bin Rabî'ah, dan Umayyah bin Khalaf, sebagaimana mereka telah menyebabkan kami keluar dari negeri kami ke negeri derita.[1]

Juga hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tentang hijrahnya orang tuanya. Beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

اسْتَأْذَنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ أَبُو بَكْرٍ فِي الْخُرُوجِ حِينَ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْأَذَى

Abu Bakr Radhiyallahu anhu meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berhijrah, ketika penderitaannya terasa berat.[2]

Kedua :Adanya kekuatan yang akan membantu dan melindungi dakwah, sehingga memungkinkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan leluasa. Hal ini sebagaimana tertuang dalam nash Bai'atul-'Aqabah kedua. Yaitu kaum Anshâr berjanji akan melindungi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana melindungi anak dan istri mereka.

Ketiga : Para pembesar kaum Quraisy dan sebagian besar masyarakat Makkah menganggap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pendusta, sehingga mereka tidak mempercayainya. Dengan kondisi seperti ini, maka beliau n ingin mendakwahkan kepada masyarakat lainnya yang mau menerimanya. Banyak dalil yang menunjukkan faktor ini, di antaranya ialah sebagaimana perkataan Sa'ad bin Mu'âdz Radhiyallahu anhu :

اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ أَنْ أُجَاهِدَهُمْ فِيكَ مِنْ قَوْمٍ كَذَّبُوا رَسُولَكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَأَخْرَجُوهُ

Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang lebih aku sukai untuk aku jihadi mereka karena-Mu daripada suatu kaum yang telah mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya.[3]

Keempat : Kaum muslimin khawatir agama mereka terfitnah. Ketika ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya tentang hijrah, beliau Radhiyallahu anhuma berkata:

كَانَ الْمُؤْمِنُونَ يَفِرُّ أَحَدُهُمْ بِدِينِهِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى وَإِلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَخَافَةَ أَنْ يُفْتَنَ عَلَيْهِ

Kaum mukminun pada masa dahulu, mereka pergi membawa agama mereka menuju Allah dan Rasul-Nya karena khawatir terfitnah.[4]

Itulah beberapa faktor yang mendorong kaum muslimin berhijrah, meninggalkan negeri Makkah menuju negeri yang baru, yaitu Madinah. Semua ini dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah Azza wa Jalla .

Khabbab Radhiyallahu anhu berkata:

هَاجَرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ نَلْتَمِسُ وَجْهَ اللَّهِ فَوَقَعَ أَجْرُنَا عَلَى اللَّهِ

Kami hijrah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mencari wajah Allah, sehingga ganjaran kami benar-benar di sisi Allah Azza wa Jalla.[5]

MENGAPA MEMILIH HIJRAH KE MADINAH?
Nash-nash yang shahîh menunjukkan, pilihan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan Madinah sebagai negeri hijrah kaum muslimin, merupakan pilihan yang berdasarkan wahyu ilahi. Sebagaimana hal ini tertera dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

رَأَيْتُ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أُهَاجِرُ مِنْ مَكَّةَ إِلَى أَرْضٍ بِهَا نَخْلٌ فَذَهَبَ وَهَلِي إِلَى أَنَّهَا الْيَمَامَةُ أَوْ هَجَرُ فَإِذَا هِيَ الْمَدِينَةُ يَثْرِبُ

Aku pernah mimpi berhijrah (pindah) dari Makkah menuju suatu tempat yang ada pohon kurmanya. Lalu aku mengira daerah itu ialah Yamamah atau Hajr (Ahsâ`), (namun) ternyata daerah itu adalah Yatsrib.[6]

Juga hadits:

إِنِّي أُرِيتُ دَارَ هِجْرَتِكُمْ رَأَيْتُ ذَاتَ نَخْلٍ بَيْنَ لَابَتَيْنِ

Aku diperlihatkan negeri hijrah kalian, yaitu satu negeri yang memiliki pohon kurma di antara dua harrah. [7]

Mendengar penuturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, maka kaum muslimin pun kemudian bergegas melakukan hijrah ke Madinah. Begitu juga sebagian kaum muslimin yang sedang berada di Habsyah, mereka segera berangkat menuju Madinah.

YANG PERTAMA KALI BERANGKAT HIJRAH KE MADINAH
Imam Bukhaari[8] menyebutkan, yang pertama kali berangkat hijrah ke Madinah ialah Mush'ab bin Umair dan 'Abdullah bin Ummi Maktûm. Sedangkan Ibnu Ishâq[9] dan Ibnu Sa'ad[10] menyebutkan, yang pertama kali berhijrah ialah Abu Salamah bin al Asad. Musa bin 'Uqbah memilih yang kedua.

Ibnu Hajar[11] menyebutkan, di antara hadits-hadits yang dibawakan penulis kitab al-Maghazi, Syiyar, dan hadits-hadits yang dibawakan oleh Imam al-Bukhâri masih bisa dipertemukan, dengan membawa pengertian "yang pertama kali" pada sisi tertentu. Yaitu Abu Salamah meninggalkan Makkah tidak dengan niatan menetap di Madinah, namun hanya menghindari penindasan kaum kafir Quraisy. Berbeda dengan Mush'ab yang memang sejak awal berniat menetap di Madinah untuk memberi pengajaran kepada penduduk Madinah atas perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Jadi, masing-masing di antara dua orang ini dilihat dari satu sisi. Abu Salamah ialah orang yang pertama kali hijrah ke Madinah untuk menghindari penindasan kaum kafir Quraisy. Sedangkan Mush'ab ialah orang yang pertama kali hijrah ke Madinah dengan niat menetap di Madinah.

Kemudian setelah itu, kaum muslimin berdatangan ke Madinah. Bilal bin Rabbah datang bersama Sa'ad bin Abi Waqâsh dan 'Ammâr bin Yâsir, kemudian menyusul 'Umar bin al-Khaththab.

RESPON KAUM KAFIR QURAISY TERHADAP HIJRAH KAUM MUSLIMIN
Melihat kaum muslimin melakukan hijrah ke Madinah, bagaimanakah sikap kaum kafir Quraisy?

Pemandangan ini sangat menyakitkan hati kaum kafir Quraisy. Sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya untuk menghalangi kaum muslimin hijrah. Misalnya dengan menahan harta kaum muslimin dan melarang membawanya. Terkadang dengan menahan dan mengurung sebagian anggota keluarga kaum muslimin. Disamping itu, mereka juga melakukan supaya kaum muslimin yang sudah berada di Madinah kembali ke Makkah.

Namun upaya kaum kafir Quraisy ini tidak membuat kaum muslimin bergeming dari niat semula. Mereka benar-benar sudah siap berpisah dengan harta benda miliknya, keluarganya, dan kenikmatan dunia dan penghidupan lainnya yang telah mereka peroleh di Makkah, demi menyambut panggilan aqidah. Dan sungguh, hijrah ini menjadi pijakan pertama berkibarnya panji tauhid.

Wallahul-Musta'an.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR al-Bukhâri/al-Fath, 18/232, no. 1889.
[2]. Ibid., 15/271, no. 4093.
[3]. Ibid., 15/82-83, no. 3901.
[4]. Ibid., 15/81-82, no. 3900.
[5]. Ibid., 6/172, no. 1276.
[6]. HR al-Bukhâri/al-Fath (7/226) dan Imam Muslim (4/1779). Lihat as-Siratun-Nabawiyatush-Shahîhah, hlm. 201.
[7]. HR al-Bukhâri/al-Fath, 7/231. Az-Zuhri menjelaskan, yang dimaksud dengan kalimat labatain dalam hadits di atas ialah dua hurrah.
[8]. HR al-Bukhâri/al-Fath, 15/118, no. 3924, 3925.
[9]. Ibnu Hisyâm, 2/122. Beliau t membawakan riwayat ini tanpa sanad, namun beliau t membawakan kisah cara hijrah Abu Salamah z dengan sanad yang hasan.
[10]. Ath-Thabaqât (1/226) dengan sanad yang bersambung melalui riwayat al-Waqîdî.
[11]. Al-Fath, 15/119, no. 3925.
Read more »

Bai'at 'Aqabah Kedua

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bai'at 'Aqabah II (622 M) adalah perjanjian yang dilakukan oleh Muhammad terhadap 73 orang pria dan 2 orang wanita dari Yatsrib pada waktu tengah malam. Wanita itu adalah Nusaibah bintu Ka’ab dan Asma’ bintu ‘Amr bin ‘Adiy. Perjanjian ini terjadi pada tahun ketiga belas kenabian. Mush’ab bin ‘Umair kembali ikut bersamanya beserta dengan penduduk Yatsrib yang sudah terlebih dahulu masuk Islam.
Mereka menjumpai Muhammad di ‘Aqabah pada suatu malam. Muhammad datang bersama pamannya Al ‘Abbas bin ‘Abdil Muthallib. Ketika itu Al ‘Abbas masih musyrik, hanya saja ia ingin meminta jaminan keamanan bagi keponakannya Muhammad, kepada orang-orang Yatsrib itu. Ketika itu Al ‘Abbas adalah orang pertama yang angkat bicara kemudian disusul oleh Muhammad yang membacakan beberapa ayat Al Qur'an dan menyerukan tentang Islam.
Kemudian Muhammad rosululloh membaiat orang-orang Yatsrib itu . Isi baiatnya adalah:
  • Untuk mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci.
  • Untuk berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
  • Untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
  • Agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah.
  • Agar mereka melindungi Muhammad sebagaimana mereka melindungi wanita­-wanita dan anak-anak mereka sendiri.
Setelah baiat itu, Muhammad kembali ke Makkah untuk meneruskan dakwah. Kemudian ia mendapatkan gangguan dari kaum musyrikin kepada kaum muslimin yang dirasa semakin keras. Maka Muhammad memberikan perintah kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke Yatsrib. Baik secara sendiri-sendiri, maupun berkelompok. Mereka berhijrah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kaum musyrikin tidak mengetahui kepindahan mereka.
Pada waktu itu, orang pertama yang berhijrah adalah Abu Salamah bin ‘Abdil Asad dan Mush’ab bin ‘Umair, serta ‘Amr bin Ummi Maktum. Kemudian disusul oleh Bilal bin Rabah Sa'ad bin Abi Waqqash, Ammar bin Yasir, dan Umar bin Khatthab berhijrah. Mereka berhijrah di dalam rombongan dua puluh orang sahabat. Tersisa Muhammad, Abu Bakr, ‘Ali bin Abi Thalib dan sebagian sahabat.
Read more »

Bai'at 'Aqabah Pertama

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bai'at 'Aqabah I (621 SM) adalah perjanjian Muhammad dengan 12 orang dari Yatsrib yang kemudian mereka memeluk Islam. Bai'at 'Aqabah ini terjadi pada tahun kedua belas kenabiannya. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada Muhammad. Isi baiat itu ada tiga perkara:
  • Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
  • Melaksanakan apa yang Allah perintahkan.
  • Meninggalkan apa yang Allah larang.
Muhammad mengirim Mush’ab bin ‘Umair dan ‘Amr bin Ummi Maktum ke Yatsrib bersama mereka untuk mengajarkan kepada manusia perkara-perkara Agama Islam, membaca Al Qur'an, salat dan sebagainya.
Bai'at berarti perjanjian atau ikrar bagi penerima dan sanggup memikul atau melaksanakan sesuatu yang dibai'atkan. Biasanya istilah bai'at digunakan di dalam penerimaan seorang murid oleh Syeikhnya untuk menerima wirid-wirid tertentu dan berpedoman terhadap bai'at sebagai suatu amanah. Akan tetapi bai'at juga digunakan di dalam cakupan yang lebih luas dan lebih jauh dalam menegakkan ajaran Islam, yang bukan hanya untuk mengamalkan wirid-wirid tertentu kepada syeikh, namun yaitu untuk menegakkan perlaksanaan syariat Islam itu sendiri .
Di dalam Risalatul Taa'lim karangan Hassan Al Banna, dikemukakann beberapa pemahaman dan pengertian tentang bai'at di dalam gerakan dakwah Islamiah. Antaranya ialah:
  • Bai'at untuk memahami Islam dengan kefahaman yang sebenar. Andai tiada kefahaman terhadap Islam maka sesuatu pekerjaan itu bukanlah merupakan 'amal' untuk Islam atau amal menurut cara Islam. Sebagaimana ia juga bukan merupakan suatu perjalanan yang selari dengan Islam.
  • Bai'at merupakan keikhlasan. Tanpa keikhlasan amal itu tidak akan diterima oleh Allah dan perjalanannya juga pasti sahaja tidak betul di samping terkandung pelbagai penipuan di dalam suatu perkara yang diambil.
  • Merupakan bai'at untuk beramal yang ditentukan permulaannya dan jelas kesudahannya. Iaitu yang dimulakan dengan diri dan berkesudahan dengan dominasi Islam ke atas alam. Hal ini adalah kewajipan yang sering tidak disedari orang Islam masa kini.
  • Merupakan bai'at untuk berjihad. Jihad itu menurut kefahaman Islam adalah berupa penimbang kepada keimanan.
  • Merupakan perjanjian pengorbanan bagi memperolehi sesuatu (iaitu balasan syurga).
  • Merupakan ikrar untuk taat atau patuh mengikut peringkat dan keupayaan persediaan yang dimiliki.
  • Merupakan bai'at untuk cekal dan setia pada setiap masa dan keadaan.
  • Merupakan bai'at untuk tumpuan mutlak kepada dakwah ini dan mencurahkan keikhlasan terhadapnya sahaja.
  • Merupakan bai'at untuk mengikat persaudaraan (sebagai titik untuk bergerak).
  • Merupakan bai'at untuk mempercayai (thiqah) kepimpinan dan gerakan atau jemaah.
Read more »

pemboikotan Kafir quraisy tengada Nabi SAW

Ilustrasi Mekah tempo dulu (harakatuna)Penentangan kaum kuffar terhadap dakwah Islam dilakukan dengan segala cara. Dengan cara hal yang manis menggiurkan, berupa tawaran duniawi, cara ini tidak mempan. Dengan cara tawar menawar, yaitu tawaran kepada Muhammad saw. agar menyembah tuhan mereka sehari, dan mereka menyembah Tuhannya Muhammad sehari. Dengan cara teror, intimidasi bahkan upaya pembunuhan. Semua cara berujung kegagalan.
Demikianlah Allah menggagalkan teror, tipuan, dan tawar menawar di hadapan gelombang dakwah di jalan Allah swt. Mereka gagal memadamkan cahaya iman dan tauhid.
Maka kaum Quraisy kembali menggunakan cara kekerasan dan penindasan kepada kaum muslimin dengan perlakuan yang tidak tertahankan manusia kecuali mereka yang beriman. Rasulullah saw. yang melihat penderitaan para sahabatnya itu, dan sama sekali tidak bisa melawan, menyuruh mereka untuk meninggalkan kampung halamannya itu, dilandasi oleh semangat menyelamatkan, maka terjadilah hijrah ke Habasyah.
Dengki Pangkal Penentangan
Tidak diragukan lagi bahwa penyebab semua ini adalah rasa iri (hasad) dan kesombongan tanpa argumentasi seperti yang dilakukan oleh Al-Walid bin Al-Mughirah, yang mengatakan:
أَيَنْزِلُ عَلَى ” مُحَمَّدٍ ” وَأُتْرَكُ أناَ كَبِيْرُ قُرَيْشٍ وَسَيِّدُهَا وَيُتْرَكُ أَبُوْ مَسْعُوْدٍ، وَنَحْنُ عَظِيْمَا الْقَرْيَتَيْنِ ؟
“Bagaimana mungkin diturunkan kepada Muhammad, tidak kepadaku, sedangkan aku yang menjadi pembesar dan pemimpin suku Quraisy, tidak diberikan kepada Abu Mas’ud, sedang kami berdua yang menjadi para pembesar dua negeri.”
Maka Allah turunkan ayat 31-32 surah Az Zukhruf:
“Dan mereka berkata: “Mengapa Al Quran Ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini? Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
Pemboikotan Total
Kaum musyrikin berkumpul untuk menetapkan cara efektif menghentikan Islam dan Nabinya. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan untuk menulis selembar kesepakatan pemutusan hubungan total dengan Bani Hasyim dan Bani Abdil-Muththalib. Pengumuman itu berisi:
  1. Barang siapa yang setuju dengan agama Muhammad, berbelas kasihan kepada salah seorang pengikutnya yang masuk Islam, atau memberi tempat singgah pada salah seorang dari mereka, maka ia dianggap sebagai kelompoknya dan diputuskan hubungan dengannya.
  2. Tidak boleh menikah dengannya atau menikahkan dari mereka.
  3. Tidak boleh berjual beli dengan mereka.
Kemudian mereka gantung pengumuman ini di salah satu sudut Ka’bah untuk menegaskan kekuatan isinya.
Pertolongan Allah
Di tengah penderitaan inilah Allah swt. menundukkan sebagian orang Quraisy untuk membantu kaum muslimin yang terisolir. Di antara mereka itu adalah Hisyam bin Amr, seorang yang dimuliakan kaumnya. Hisyam membawa untanya penuh makanan di malam hari ke Bani Hasyim dan Bani Muththalib. Begitu sampai di dekat lembah ia lepaskan kendali untanya kemudian dihentikannya unta itu. Demikian juga ketika untanya itu membawakan pakaian. Untuk meringankan penderitaan kaum muslimin yang terisolir.
Di tengah isolasi total ini Bani Hasyim dan Bani Muththalib ikut bergabung baik yang muslim maupun yang kafir kepada Rasulullah saw, mereka masuk ke syi’b (lembah) Bani Hasyim. Mereka yang kafir bergabung dengan motivasi kesukuan dan kekerabatan, sedang yang muslim dengan motivasi akidah. Selain Abu Lahab, yang berada bersama kafir Quraisy mendukung permusuhannya dengan kaumnya.
Keadaan ini berlangsung selama tiga tahun, kaum Quraisy. Kaum Quraisy semakin memperketat isolasinya kepada kaum muslimin sehingga mereka tidak memiliki bekal makanan. Kesulitan mereka sampai pada kondisi hanya makan dedaunan.
Anak-anak kaum Muslimin menangis kelaparan, dan tangisan mereka terdengar dari balik lembah. Kaum Muslimin tetap sabar dan tegar dari tekanan yang mencelakakan ini dengan terus mengharapkan pertolongan Allah.
Bentuk Kemarahan dan Penindasan
Perhatikanlah bentuk kemarahan yang sampai ke puncaknya. Ketika datang kafilah datang ke Mekah, dan salah seorang sahabat Nabi datang ke pasar untuk membeli makanan bagi keluarganya, maka Abu Lahab seketika itu mengumumkan kepada para pedagang:
يَا مَعْشَرَ التُجَّارِ غَالُوْا عَلَى أصْحَابِ ” مُحَمَّد ” حَتَّى لاَ يُدْرِكُوْا مَعَكُمْ شَيْئاً، وَقَدْ عَلِمْتُمْ مَالِي وَعَلِمْتُمْ كَذَلِكَ وَفَاءَ ذِمَّتِي، فَأنَا ضَامِنٌ، وَلاَ خَسَارَةَ عَلَيْكُمْ
“Wahai para pedagang! Naikkan hargamu kepada sahabat-sahabat Muhammad sehingga mereka tidak bisa membeli apapun, kalian semua sudah mengetahui kekayaanku, dan kalian sudah tahu bahwa saya akan menepati janjiku, saya akan mengganti kalian semua, tidak akan ada kerugian atas kalian.”
Maka para pedagang itu menaikkan harganya berlipat-lipat, dan ketika sahabat itu pulang kembali ke rumahnya, anak-anaknya menangis kelaparan, dan tangannya kosong tidak membawa makanan yang bisa mereka konsumsi.
Kemudian pedagang itu datang ke rumah Abu Lahab, membayar makanan dan pakaian yang mereka bawa, sehingga kaum mukminin mengalami kelaparan.
Pembatalan Lembar Pengumumam
Allah swt. tidak akan pernah melupakan Nabi pilihan-Nya dan orang-orang yang beriman bersamanya. Maka Allah jadikan hati orang-orang masih punya kasih sayang, berbelas kasihan kepada mereka. Hal ini jelas sejak Hisyam bin Amr yang membawa untanya dengan perbekalan makanan lalu diarahkan ke Syi’b, mengantarkan makanan kepada kaum muslimin yang terisolir.
Hisyam din Amr kemudian menghubungi Zuhair bin Abi Umayyah bin Al Mughirah, ia sampaikan kepadanya, “Wahai Zuhari, relakah kamu makan makanan, berpakaian, dan menikah, sementara paman dan bibimu dalam keadaan yang kamu tahu, tidak boleh jual beli, tidak boleh menikah atau dinikahi. Sedang aku bersumpah dengan nama Allah: Bahwa kalau paman bibinya Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal), kau ajak seperti yang aku sampaikan kepadamu, mereka tidak akan pernah mau menerimanya.
Zuhair berkata: “Celaka sekali wahai Hisyam, lalu apa yang bisa kita lakukan? Aku hanya seorang diri. Demi Allah, jika ada orang lain bersama dengan kami, maka kami akan cabut isolasi ini, aku batalkan embargo ini.”
Hisyam bin Amr menjawab, “Aku menemukan orang lain.”
Kata Zuhair bin Abi Umayyah, “Siapa dia?”
Kata Hisyam, “Saya.”
Kata Zuahair, “Cari seorang lagi, sehingga kita bertiga.”
Kemudian Hisyam menemui Muth’im bin Adiy, menceritakan seperti yang disampaikan kepada Zuhair bin Umayyah
Kata Muth’im, “Carilah orang ke empat.”
Kemudian Hisyam menemui Abul Buhturiy bin Hisyam, ia sampaikan seperti yang ia sampaikan kepada Muth’im bin Adiy
Abul Buhturiy bertanya, “Adakah orang lain yang membantu hal ini?”
Kata Hisyam, “Ada.”
Kata Abu Buhturiy, “Siapa dia.”
Kata Hisyam, “Zuhair bin Umayyah, Muth’im bin Adiy, dan aku bersamamu
Kata Al Buhturiy, “Carilah orang kelima.”
Kemudian Hisyam menemui Zam’ah bin Al-Aswad bin Al-Muththalib, ia sampaikan kepadanya tentang kedekatan hubungan keluarganya dan hak mereka.
Zam’ah menanyakan, “Apakah urusan yang kau sampaikan kepadaku ini ada orang lain?”
Kata Hisyam, “Ada,” kemudian ia sebutkan orang-orang yang telah ia temui.
Kemudian mereka bersepakatan untuk bertemu malam hari di sebuah bukit di Mekah.
Di sanalah mereka berkumpul dan bersepakat untuk membatalkan pengumuman pembokiotan. Dan ketika datang pagi hari mereka pergi ke tempat pertemuannya. Zuhair bin Umayyah thawaf di Ka’bah tujuh kali putaran. Kemudian berdiri menghadapkan wajahnya kepada para hadirin dan mengatakan:
Wahai warga Mekah, apakah kita makan, memakai pakaian sementara Bani Hasyim mati kelaparan, tidak boleh jual beli, demi Allah saya tidak akan duduk sehingga pengumuman embargo yang zhalim ini dirobek.
Abu Jahal berkata -ada di salah satu sudut masjid, “Bohong kamu, demi Allah, pengumuman itu tidak boleh dirobek.”
Zam’ah bin Al-Aswad: Engkau, demi Allah, lebih pendusta, kami tidak pernah menyetujuinya sejak engkau menulisnya.
Abul Buhturiy berkata, “Benar Zam’ah, kami tidak setuju tulisan itu dan tidak pernah mengakuinya.”
Al-Muth’im bin Adi berkata, “Kalian berdua benar, dan bohong orang yang mengatakan selain yang kalian berdua katakan. Kami berlepas diri darinya dan tulisan yang ada di dalamnya.”
Hisyam bin Amr berkata seperti yang dikatakan Al-Muth’im bin Adiy
Abu Jahal berkata, “Ini pasti sudah diputuskan di malam hari, kalian telah bermusyawarah tentang hal ini di luar tempat ini.”
Abu Thalib saat itu berada di salah satu sudut masjid menyaksikan pertarungan yang terjadi di antara mereka.
Kemudian Muth’im bin Adiy berdiri ke tempat ditempelkannya pengumuman itu untuk merobeknya, dan ternyata pengumuman itu sudah dimakan tanah kecuali kalimat ‘Bismikallahumma’ yang menjadikan kebiasaan orang Arab menulis surat.
Perhatikanlah, bagaimana Allah swt. menundukkan mereka ini untuk membantu Islam dan kaum muslimin, berdiri di sisi yang benar. Tidak diragukan lagi bahwa yang mendorong hal ini adalah pertolongan Allah swt. pada rasul-Nya, dan kaum mukminin yang ada.
Kemudian perhatikan pula, tanah yang makan pengumuman itu, kecuali nama Allah Yang Maha Agung. Hal ini menjadi bukti yang sempurna bahwa Allah swt. Maha Suci dari seluruh ucapan orang-orang zhalim.
Dampak Embargo
Embargo ini berdampak baik bagi Islam dan kaum muslimin, antara lain:
  1. Kaum muslimin dapat mengambil pelajaran langsung tentang kesabaran dan daya tahan. Mereka menyadari bahwa kehilangan keuntungan dan hancuran sarana-sarana kebaikan tertentu adalah kewajiban pertama yang harus diberikan dalam pengorbanan di jalan aqidah. Tekanan-tekanan itu tidak akan membunuh para da’i bahkan semakin memperkuat akar dan dahannya.
  2. Bahwa ketika Allah swt. menghendaki salah seorang hamba-Nya menfokuskan diri pada da’wah, kebaikan, dan perbaikan, akan diletakkan di hatinya rasa tidak senang dengan apa yang dialami masyarakatnya, yang berupa kerusakan dan kesesatan.
  3. Orang-orang Quraisy tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari nanti, cepat atau lambat, fajar baru akan terbit, Mekah akan bersih dari berhala, Adzan berkumandang di seluruh sudutnya, dan orang-orang yang pernah diboikot itu akan menjadi pemegang kendali, para pemimpin yang memutuskan persoalan, dan mereka menjadi tawanan yang mengharapkan ampunan. Mereka hanya meyakini bahwa hari ini dan nanti adalah milik mereka, akan tetapi Allah balikkan harapannya, dan memberikan kemenangan besar kepada pembawa kebenaran.
“Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya.” (Arrum: 4-5).

semoga bermanfaat...
Read more »

Hijrahnya Nabi Muhammad ke Habasyah

Di sore(02/04) yang hujan ini LDF Muslim Studi FE UM melalui divisi HRD mengadakan KISS (Kajian Islam Selasa Sore) di Perpustakaan Masjid Al Hikmah UM. Acara tadi sore di isi oleh Ustad Nasrul dari Pascasarjana UM. beliau membahas mengenai “Fenomena di Balik Hijrahnya Rasulullah Ke Habasyah”. Menurut ilmu geografi Habasyah sekarang terbagi menjadi 3 negara, yakni ethiopia, somalia, dan eritrea.
Berikut sejarah singkat mengenai hijrahnya Nabi Muhammad ke habasyah yang kami peroleh dari salah satu situs internet yang bernama http://www.anashir.com.
Setelah berbagai hambatan, gangguan, dan siksaan kaum kafir Quraisy yang ditujukan kepada Nabi Muhammad, keluarganya, dan umat muslim, Nabi Muhammad menganjurkan kepada para sahabat dan para pengikutnya untuk menghindar dari gangguan tersebut dengan berhijrah ke negeri Habasyah (Ethiopia). Atas anjuran tersebut, berangkatlah rombongan pertama yang terdiri dari sepuluh laki-laki dan empat perempuan. Kemudian disusul oleh rombongan lain hingga mencapai hampir seratus orang. Beberapa orang yang berangkat hijrah tersebut di antarnya adalah, Utsman bin Affan, Ruqayyah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Ja’far bin Abu Thalib.
Setelah sampai di negeri Habasyah, mereka mendapat sambutan yang baik dari raja Najasyi (Negus). Perlakuan raja Najasyi terhadap kaum muslimin sangat baik. Ia mengijinkan umat muslim untuk beribadah dengan sebaik-baiknya. Tatkala kaum kafir Quraisy datang meminta raja Najasyi untuk mengembalikan umat Islam ke Mekah, ia menolaknya dan bahkan kaum muslimin diberikan tempat tinggal dan diperbolehkan tinggal selama-lamanya dengan aman.
Sementara itu, Nabi Muhammad tetap tinggal di Mekah mengajak kaumnya untuk menyembah Allah dan menerima ajaran yang dibawanya. Usaha Nabi Muhammad ini tidak sia-sia. Terbukti beberapa tokoh masyarakat Quraisy masuk Islam. Di antaranya Hamzah bin Abdul Muthallib, paman Nabi Muhammad yang masuk Islam pada tahun keenam kenabian dan Umar bin Khattab. Dengan masuknya kedua tokoh besar Quraisy ini kekuatan Islam semakin bertambah.
Kekejaman kafir Quraisy semakin menjadi-jadi dan korban penyiksaan bertambah banyak. Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan kembali kepada umatnya untuk hijrah ke Habasyah menyusul saudara mereka yang telah terlebih dahulu pergi ke sana. Pada hijrah kedua ini, sahabat Nabi yang ikut berjumlah sekitar 100 orang yang terdiri dari 83 laki-laki dan 17 perempuan. Hijrah kedua ini dipimpin oleh Ja’far bin Abu Thalib.
Karena kebaikan raja Najasyi kepda umat Islam, kaum kafir Quraisy mengutus Amr bin Ash dan Abdullah bi Rabiah membawa hadiah untuk raja Najasyi. Mereka berharap permintaan mereka agar umat muslim dikembalikan ke Mekah dikabulkan oleh raja Najasyi.
Kemudian, raja Najasyi mempertemukan kaum muslim dan utusan kafir Qurasiy untuk dimintai penjelasan yang sebenarnya. Wakil umat Islam ketika itu adalah Ja’far bin Abu Thalib yang menjelaskan kepada raja Najasyi perihal yang sebenarnya. Setelah mendengar penjelasan, raja Najasyi memerintahkan utusan kafir Quraisy untuk meninggalkan Habasyah. Menurut suatu riwayat, setelah raja Najasyi menerima kebenaran Islam, ia pun masuk Islam.
(Wallahu a’lam)

Semoga Bermanfaat...
Read more »

Kisah Masuk Islam-nya Umar bin Khattab RA

Umar bin Khattab ra terkenal sebagai orang yang berwatak keras dan bertubuh tegap. Sering kali pada awalnya (sebelum masuk Islam) kaum muslimin mendapatkan perlakukan kasar darinya. Sebenarnya di dalam hati Umar sering berkecamuk perasaan-perasaan yang berlawanan, antara pengagungannya terhadap ajaran nenek moyang, kesenangan terhadap hiburan dan mabuk-mabukan dengan kekagumannya terhadap ketabahan kaum muslimin serta bisikan hatinya bahwa boleh jadi apa yang dibawa oleh Islam itu lebih mulia dan lebih baik. Sampailah kemudian suatu hari, beliau berjalan dengan pedang terhunus untuk segera menghabisi Rasulullah SAW. Namun di tengah jalan, beliau dihadang oleh Abdullah an-Nahham al-‘Adawi seraya bertanya:
“Hendak kemana engkau ya Umar ?”,
“Aku hendak membunuh Muhammad”, jawabnya.
“Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh Muhammad ?”,
“Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?”. Tanya Umar.
“Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar, sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah meninggalkan agamamu”, kata Abdullah.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar langsung menuju ke rumah adiknya. Saat itu di dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran kepada keduanya (Fatimah, saudara perempuan Umar dan suaminya). Namun ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya :
“Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?”,
“Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja”, jawab mereka
“Pasti kalian telah murtad”, kata Umar dengan geram
“Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu ?”, jawab ipar Umar.
Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah:
“Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah”
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis, dan al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.
Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca : Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: “Ini adalah nama-nama yang indah nan suci”
Kemudian beliau terus membaca :
طه
Hingga ayat :
إنني أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدني وأقم الصلاة لذكري
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”
(QS. Thaha : 14)
Beliau berkata :
“Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad”.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata: “Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam Kamis lalu adalah untukmu, beliau SAW berdoa :
“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Rasulullah SAW sekarang berada di sebuah rumah di kaki bukit Shafa”.
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang dengan garang bersama pedangnya. Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:
“Ada apa ?”.
“Umar” Jawab mereka.
“Umar ?!, bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri”.
Rasulullah SAW memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya berkata :
“Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab”.
Maka berkatalah Umar :
“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah Rasulullah .
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram.
Masuk Islamnya Umar menimbulkan kegemparan di kalangan orang-orang musyrik, sebaliknya disambut suka cita oleh kaum muslimin.

Semoga Bermanfaat...
Read more »

Masuk Islamnya Hamzah Bin Abdul Muthalib



Hamzah itu adalah seorang putera Abdul Muththalib. Jadi ia adalah saudara laki-laki (adik) dari Abdullah (ayah Nabi SAW). Tetapi dari lain ibu. Karena Abdullah dari ibu yang bernama Fathimah, sedang Hamzah dari ibu yang bernama Halah. Kedua ibu itu dari keturunan Quraisy juga. Sebab itu ia termasuk salah seorang dari paman Nabi SAW yang paling muda.

Pada suatu hari Hamzah pergi berburu, karena memang ia adalah seorang Quraisy yang gemar berburu. Pada waktu ia kembali dari berburu, tiba-tiba ditengah jalan ia bertemu dengan seorang budak perempuan, bernama Salma. Ia adalah budaknya Shafiyah binti Abdul Muththalib (saudara perempuan Hamzah) yang pada waktu itu Shafiyah sudah masuk Islam.
Budak perempuan itu memanggil Hamzah dan berkata : "Ya, Abu 'Amarah (sebutan bagi shahabat Hamzah) ! Jika tadi engkau mengetahui Abul-Hakam (Abu Jahal) menganiaya anak saudara tuan, pasti tuan sangat marah kepadanya".

Mendengar laporan Salma itu Hamzah terkejut. Lalu bertanya : "Siapa yang dianiaya oleh Abul-Hakam ?".
Salma menjawab : "Tidak lain dan tidak bukan, adalah Muhammad".
Kemudian Salma menerangkan : "Tadi, Muhammad sedang duduk seorang diri di kaki gunung Shafa. Tiba-tiba Abul Hakam datang ke tempat itu, lantas mencaci maki dan menghina Muhammad. Tetapi Muhammad hanya diam saja. Lantas Abul Hakam mengambil pasir dan melempari Muhammad, Muhammad masih diam saja. Setelah itu Abul Hakam mengambil kotoran binatang lalu dilemparkannya kepada Muhammad, namun Muhammad masih tetap duduk dan diam, sedikitpun tidak mempedulikan perbuatan-perbuatan Abul Hakam ! Kemudian Muhammad dipegang dan dibanting oleh Abul Hakam  sehingga jatuh, lalu kepalanya diinjak-injak sekehendaknya oleh Abul Hakam. Ketika itu saya sendiri tidak sampai hati melihatnya, dan amat kasihan kepadanya, itulah sebabnya maka saya sampaikan kepada tuan".
Setelah Hamzah menerima laporan demikian itu, lalu ia berangkat ke masjid mencari Abu Jahal, kalau-kalau ia sedang ada di sana.
Dengan sangat marah dan dengan muka merah-padam dengan memegang panahnya yang baru saja dipergunakan untuk berburu, ia masuk ke masjid. Dan kebetulan waktu itu Abu Jahal sedang duduk di masjid dihadapan para pemuka dan ketua musyrikin quraisy sedang menceriterakan perbuatannya yang baru saja dikerjakan atas diri Nabi SAW. Maka segera Hamzah  mendekatinya, dan dengan tidak berkata sepatah katapun, ia mencabut panahnya dan terus diletakkannya di atas kepala Abu Jahal, lantas berkata kepadanya :"Betulkah engkau tadi mencaci maki dan menganiaya diri Muhammad ? Aku sekarang sudah menjadi pengikutnya. Maka jika engkau berani kepada Muhammad, katakanlah sekarang kepadaku aku tidak akan takut kepadamu. Katakanlah sekarang kepadaku !".
Abu Jahal menjawab dengan suara perlahan dan dengan gemetar sambil menunduk, seperti orang ketakutan, karena ia memang takut akan panah yang diletakkan di atas kepalanya, katanya : "Muhamamd itu terlalu. Mengapa ia sangat berani membodoh-bodohkan orang-orang pandai kita, mengatakan bahwa orang-orang tua kita, nenek moyang kita dan para leluhur kita itu sesat, sangat menghina barang yang kita puja dan kita muliakan selama-lamanya, menyalahi agama kita, memecah belah golongan kita dan memutuskan persaudaraan kita keluarga Quraisy".
Hamzah berkata : "Siapakah yang lebih bodoh selain dari engkau dan orang-orang sepertimu ? Apa hasilnya selama engkau memuja batu-batu dan memuliakan selain Allah yang nyata-nyata adalah Tuhan yang menjadikan ? Demi Allah ! Sungguh aku bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan melainkan Allah; dan aku mengakui bahwasanya Muhammad itu Nabi serta Utusan Allah !".
Bersamaan dengan itu Hamzah menusukkan panah tadi pada kepala Abu Jahal hingga luka, kepala dan mukanya berlumuran darah. Saat itu seorang kawan Abu Jahal yang ada di situ hendak membela Abu Jahal sambil berkata : "Hai Hamzah ! Engkau sangat celaka ! Sekarang engkau sudah berani meninggalkan agama nenek moyang dan leluhurmu !".
Hamzah menjawab : "Siapa yang hendak melarang aku jika aku memeluk agama Muhammad ? Aku telah mendapat kenyataan bahwa Muhammad itu Nabi dan Rasul Allah dan segala apa yang diucapkan oleh Muhamad, aku percaya bahwa ia pasti benar. Demi Allah ! Aku tidak akan takut jika kamu hendak mencegah aku memeluk agama Muhammad !".
Lalu Abu Jahal berkata kepada kawan-kawannya : "Sudahlah ! Biarkanlah Hamzah itu ! Sudah, diam ! Jangan berbicara dengan Hamzah ! Orang yang sudah berganti agama, tidak usah diajak bicara lebih panjang ! Lebih baik sekarang kita pulang saja !".
Kemudian Abu Jahal pulang bersama-sama dengan kawan-kawannya, dan Hamzah pun pulang kerumahnya.
Pada keesokan harinya Hamzah pergi ke rumah Nabi SAW. Setelah bertemu dengan pribadi Nabi SAW lalu ia tuturkan apa yang telah diperbuatnya kemarin dan apa yang sedang dirasakan dihatinya. Setelah Nabi SAW mendengar perkataan-perkataan pamannya yang paling muda itu, dengan sangat gembira beliau memberikan sambutan dengan membacakan ayat Firman Allah (Al-Qur'an) dihadapannya dan ia mendengarkannya dengan sangat tenang dan dengan perasaan terharu dan kagum. Setelah Nabi SAW membacakan ayat-ayat itu, lalu Hamzah berkata kepada Nabi SAW :
اَشْهَدُ اَنــَّكَ لَصَادِقٌ. فَأَظْهِرْ دِيْنَكَ يَا ابـْنَ اَخِى!
Aku bersaksi bahwasanya engkau sungguh benar, maka tampakkanlah agamamu, hai anak saudaraku !.
Pada saat itu Nabi SAW sangat bersyukur kepada Allah SWT. atas Islamnya pamannya itu. Sebab pada waktu itu ia sedang menjadi pemuka dari pemuda-pemuda Quraisy di Makkah, lagi berpengaruh kepada umum. Belum ada seorang yang menandingi kegagahan dan keberaniannya. Walaupun Abu Jahal itu termasuk seorang yang gagah berani, tetapi ia sangat takut dan tunduk kepada Hamzah.
Dan kenyataannya memang benar Hamzah beberapa tahun kemudian menjadi seorang di antara tentara Allah yang disamping Nabi SAW dalam masa peperangan untuk membela dan mempertahankan agama Allah.
Maka dapatlah dikatakan, bahwa dengan Islamnya Hamzah ini, Nabi SAW mendapat kekuatan yang sangat besar artinya, dan makin bertambahlah bilangan orang yang mengikut seruan Nabi SAW.
Sehubungan dengan itu, para ketua dan kepala musyrikin Quraisy semakin bertambah gelap mata dan kehilangan fikiran dalam membendung dan menghalangi seruan Nabi SAW. Segala macam upaya yang berupa ancaman, penganiayaan dan siksa yang mereka lakukan atas sebagian besar para pengikut Nabi SAW, tidak satupun yang dapat menghambat bertambahnya bilangan orang yang mengikut Islam, dan tidak ada satupun yang berhasil untuk menghalang-halangi orang yang akan beriman kepada Allah dan melakukan ibadat kepadanya!

Semoga Bermanfaat...
Read more »

Sejarah Dakwah Islam Secara Terang-Terangan

Dakwah nabi SAW ternag-terangan

Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah ialah dengan mengundang kerabat dekat. Beliau mengundang Bani Hasyim dan beberapa orang Bani Al-Muthalib bin Al-Manaf. Beliau menyeru kepada kaumnya kepada Allah dan berserah diri kepada RabbNya. Namun dari sekian banyak yang datang, semua menentang Rasulullah, hanya Abu Thaliblah yang mendukung dan memerintahkan melanjutkan perjuangan Rasul, tetapi Abu Thalib tidak punya pilihan lain untuk meninggalkan agama Bani Abdul Al-Muthalib.

Setelah Nabi SAW merasa yakin terhadap dukungan dan janji Abu Thalib untuk melindunginya dalam menyampaikan wahyu Allah, maka suatu hari beliau berdiri diatas Shafa, lalu berseru :

“ Wahai semua orang!” maka semua orang berkupul memenuhi seruan beliau, lalu beliau mengajak mereka kepada tauhid dan iman kepada risalah beliau serta iman kepada hari akhirat.”

Dari yang hadir disitu, Abu Lahab angkat bicara “ Celakalah engkau untuk selama-lamanya, untuk inikah engkau mengumpulkan kami.”

Lalu turun ayat “ Celakalah kedua tangan Abu Lahab”

Seruan beliau semakin menggema seantero Mekkah, hingga kemudian turn ayat,

“ Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”

Maka Rasulullah langsung bangkit menyerang berbagai khurafat dan kebohongan syirik. Menyebutkan kedudukan berhala dan hakikatnya yang sama sekali tidak memiliki nilai.

Mekkah berpijar dengan api kemarahan, bergolak dengan keanehan dan pengingkaran, tatkala mereka mendengar suar yang memperlihatkan kesesatan orang-orang musyrik dan para penyembah berhala. Suara itu seakan akan petir yang membelah awan, berkilau, menggelegar dan mengguncang udara yang tadinya tenang. Orang-orang Quraisy bangkit untuk menghadang revolusi yang datang secara tak terduga ini, dan yang dikhawatirkan akan merusak tradisi warisan mereka.

Orang-orang Quraisy bingung, karena sepanjang sejarah nenek moyang mereka dan perjalanan kaumnya, mereka tidak pernah mengetahui bandingan yang seperti itu. Setelah menguras pikiran, tidak ada jalan lain lagi bagi mereka menghadapi orang yang jujur dan dapat dipercayai ini (Muhammad SAW) kecuali mendatangi paman beliau, Abu Thalib. Mereka meminta kepadanya agar menghentikan segala apa pun yang diperbuat anak saudaranya.

Dengan perkataan yang halus dan lemah lembut, Abu thalib menolak permintaan mereka. Maka mereka pun pulang dengan tangan hampa sehingga Rasulullah bisa melanjutkan dakwah, menampakkan agama Allah dan menyeru kepadaNya.

Semenjak penolakan itu, dan orang-orang Quraisy tahu bahwa Muhammad SAW sama sekali tidak menghentikan dakwahnya, maka mereka memeras pikiran dan menyimpulkan untuk membenamkan dakwah ini.

Beberapa cara penghadangan mereka terhadap dakwah Rasulullah SAW, yaitu :

- Dengan ejekan dan penghinaan, olok-olok dan penertawaan. Hal ini mereka maksudkan untuk melecehkan orang-orang muslim dan menggembosi kekuatan mental mereka.

- Menjelek-jelekkan ajaran beliau, membangkitkan keragu-raguan, menyebarkan anggapan-anggapan yang menyangsikan ajaran-ajaran beliau dan diri beliau.

- Melawan Al-Qur’an dengan dongeng orang-orang dahulu dan menyibukkan manusia dengan dongeng-dongeng itu, agar mereka meninggalkan Al-Qur’an.

- Menyodorkan beberapa bentuk penawaran, sehingga dengan penawaran itu mereka berusaha untuk mempertemukan islam dan jahiliyah ditengah jalan.

- Berbagai macam tekanan dan penyiksaan terhadap pengikut-pengikut Rasulullah SAW.

- Pemboikotan secara menyeluruh terhadap pengikut Muhammad SAW.

Dari hari ke hari penyiksaan dan tekanan yang dilancarkan orang-orang Quraisy semakin menjadi-jadi. Hingga Rasulullah menyuruh kaumnya untuk hijrah dan berdakwah keluar Mekkah.


Semoga Bermanfaat...
Read more »

Dakwah Rasulullah secara Sembunyi-Sembunyi

Rasulullah saw mendakwakan agama Allah dengan dua cara, yaitu: fase pertama secara sembunyi-sembunyi dan fase kedua dengan cara terang-terangan. Kali ini islamnyamuslim akan membahas dakwah Rasulullah saw secara sembunyi-sembunyi.

Rasulullah saw menjadikan kota Makkah sebagai tolak ukur untuk memulai aktifitasnya. Pada awalnya, Rasulullah saw melakukan metode dakwah sirriyah (sembunyi-sembunyi), berlangsung selama tiga tahun pertama beliau memulai dakwanya. Hal tersebut mengingat keadaan Rasulullah saw yang masih lemah dan belum memiliki pengikut, meskipun ia berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang yang disegani dan dihormati.

Lapisan yang paling pertama beliah seru tentu saja keluarga dan kenalan dekat beliau. Itu pun hanya mereka yang memperlihatkan tanda-tanda kebaikan yang ada pada dirinya.

Usaha beliau tidak sia-sia. Pada hari-hari pertama beliau berdakwah telah terkumpul sejumlah orang yang menerima dakwah dengan penuh keyakinan dan penghormatan terhadap Rasulullah saw. Merekalah dalam secara yang terkenal sebagai as-Saabiquunal Awwalun (Generasi Pertama yang Menerima Islam)

dakwah rasulOrang terdepan dari kelompok ini ialah istri Rasulullah saw sendiri; Ummul Mu`minun; Khadijah binti Khuwailid, kemudian budaknya: Zaid bin Haritsah, lalu sepupunya; Ali bin Abi Thalib yang saat itu masih belia dan diasuh oleh Nabi Muhammad saw. Kemudia sahabat dekat beliau, Abu Bakar as-Shiddiq.

Abu Bakar as-Shiddiq R.A setelah masuk islam turut serta berdakwah. Berkat usaha dan posisinya sebagai orang terhormat dalam kaum Quraisy, dakwanya cepat memberikan hasil baik.

Tak berapa lama kemudian, tercatatlah sejumlah orang yang masuk islam berkat dakwah beliau, di antaranya: Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa`ad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah. Mereka juga termasuk generasi pertama dan kalangan yang banyak berperan dalam dakwah Rasulullah saw.

Kemudian satu persatu masyarakat Quraisy masuk islam, seperti Bilal bin Rabah, Abu Ubaidah Amir bin Jarrah, Abu Salamah bin Abd al-Asad, Arqam bin Abi Arqam, Utsman bin Madz`un, Fatimah binti Khatthab, Khabbab bin` Art, Abudullah bin Mas’ud dan lainnya.

Mereka semua masuk islam secara sembunyi-sembunyi, karena Rasulullah saw menyampaikan dakwanya secara individu dan rahasia.

Sementara itu wahyu terus diturunkan, umumnya pendek-pendek, namun memiliki tekanan kuat untuk membersihkan hati dari berbagai kotoran duniawi, sangat sesuai dengan kondisi saat itu yang membutuhkan kelembutan hati dan jiwa. Wahyu yang turun saat itu banyak menggambarkan tentang keadaan syurga dan neraka. Sehingga muncul kerinduan terhadap syurga dan ketakutan terhadap neraka.

Lama kelamaan muncullah keteguhan hati yang kuat di antara mereka yang melahirkan Ukhuwwah dan tolong menolong. Ibadah saat itu yang sudah mereka lakukan ialah shalat. Namun, karena pada waktu itu belum ada perintah shalat lima waktu, mereka hanya shalat dua rakaat setiap pagi dan petang. Hal ini sesuai dengan perintah Allah swt yang tertuang dalam al-Qur an surat al-Mu`minun: 55.

Semoga bermanfaat..
Read more »

Thank's for Visiting this Blog

Flag Counter
www.kiddo69blog.blogspot.com/. Powered by Blogger.